Penuhi 5 Adab Ini Ketika Membaca Al-Quran

Penuhi 5 Adab Ini Ketika Membaca Al-Quran

Al-Quranul Karim adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala yang tidak mengandung kebatilan sedikit pun.

Kitab ini memberi petunjuk berupa jalan yang lurus, serta membimbing manusia dalam menempuh setiap episode hidupnya.

Itu semua agar kita selamat di dunia dan akhirat, sekaligus dimasukkan dalam golongan orang-orang yang mendapatkan rahmat dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Sebab itu, tiada ilmu yang lebih utama dipelajari seorang Muslim melebihi keutamaan mempelajari Al-Quran. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam“Sebaik-baik kamu adalah orang yang mempelajari Al-Quran dan mengajarkannya.” (H.r. Bukhari)

Ketika membaca Al-Quran, seorang Muslim perlu memperhatikan sejumlah adab sehingga mendapatkan kesempurnaan pahala dalam membacanya.

1. Membaca dalam keadaan suci, serta duduk yang sopan dan tenang

Dalam membaca Al-Quran, seseorang dianjurkan dalam keadaan suci. Sebab, yang hendak dibacanya adalah firman Allah Yang Mahasuci. Para imam madzhab yang 4; Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafii, dan Imam Ahmad bin Hanbal pun menyarankannya.

Namun, diperbolehkan apabila dia membaca dalam keadaan tidak suci.

Pendapat ini dipilih oleh Imam Ibnu Hazm. Imam Haramain berkata, “Orang yang membaca Al-Quran dalam keadaan najis, dia tidak dikatakan mengerjakan hal yang makruh, akan tetapi dia meninggalkan sesuatu yang utama.” (At-Tibyan, hal. 58-59)

2. Membacanya dengan pelan (tartil) dan tidak cepat

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa saja yang membaca Al-Quran (khatam) kurang dari tiga hari, berarti dia tidak memahami.” (H.r. Ahmad dan para penyusun kitab-kitab Sunan)

Sebagian shahabat Rasul membenci pengkhataman Al-Quran sehari semalam, dengan dasar hadis di atas.

Rasulullah Saw. pun memerintahkan Abdullah bin Umar untuk mengkhatamkan Al-Quran setiap satu minggu (7 hari) (H.r. Bukhori, Muslim). Sebagaimana yang dilakukan Abdullah bin Mas’ud, Utsman bin Affan, Zaid bin Tsabit.

3. Membaca Al-Quran dengan khusyu’

Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan sebagian dari sifat hamba-Nya yang shalih, “Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu’.” (QS: Al-Isra’: 109).

Hati mereka bergetar ketika nama Allah disebut. Jiwa mereka meradang ketika ayat-ayat Allah dilantunkan. Akhirnya mata mereka pun mengembun.

Perlahan setitis air membasahi kedua pipi mereka. Bulir-bulir air mata bahkan membasahi mushaf yang mereka baca.

Namun demikian, tidaklah disyariatkan bagi seseorang untuk pura-pura menangis dengan tangisan yang dibuat-buat. Tangisan orang-orang shalih adalah tangisan ketulusan yang berangkat dari jiwa yang rindu pada Rabbnya.

4. Membaguskan suara ketika membacanya

Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam “Hiasilah Al-Qur’an dengan suaramu.” (H.r. Ahmad, Ibnu Majah, dan Al-Hakim)

Dalam hadits lain disebutkan pula, “Tidak termasuk umatku orang yang tidak melagukan Al-Qur’an.” (H.r. Bukhari dan Muslim).

Maksud hadis ini adalah membaca Al-Quran dengan susunan bacaan yang jelas dan terang makhraj hurufnya, panjang pendeknya bacaan, tidak sampai keluar dari ketentuan kaidah tajwid. Seseorang tidak perlu pula melenggok-lenggokkan suara di luar kemampuannya.

5. Membaca Al-Quran dimulai dengan isti’adzah

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Dan bila kamu akan membaca Al-Qur’n, maka mintalah perlindungan kepada Allah dari (godaan-godaan) syaithan yang terkutuk.” (QS: An-Nahl: 98)

Membaca Al-Quran jangan sampai mengganggu orang yang sedang shalat. Tidak perlu pula membacanya dengan suara yang terlalu keras atau di tempat yang banyak orang. Bacalah dengan suara yang lirih secara khusyu’.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Ingatlah, setiap dari kalian bermunajat kepada Rabbnya, maka janganlah salah satu dari kamu mengganggu yang lain, dan salah satu dari kamu tidak boleh bersuara lebih keras daripada yang lain pada saat membaca (Al-Quran).” (H.r. Abu Dawud, Nasa’i, Baihaqi dan Hakim)

Allahu a’lam. []

7 Adab dalam Halaqah atau Mentoring

7 Adab dalam Halaqah atau Mentoring

Agar sebuah halaqah dapat dikategorikan sebagai halaqah muntijah (berdaya guna), tentunya ada aturan-aturan yang harus ditaati oleh semua komponen halaqah. Baik murrabi maupun mutarabbi.

Dr. Abdullah Qadiri dalam buku Adab Halaqah menyebutkan adab-adab pokok yang harus ada dalam sebuah halaqah, yaitu:

1. Serius dalam halaqah

Termasuk pula menjauhi senda gurau dan orang-orang yang banyak bergurau.

Yang dimaksud serius dan tidak bersenda gurau tentu saja bukan berarti suasana halaqah menjadi kaku, tegang, dan gersang.

Melainkan tetap diwarnai keceriaan, kehangatan, kasih sayang, gurauan yang tidak melampaui batas atau berlebihan.

Jadi canda ria dan gurauan hanya menjadi unsur penyela/penyeling yang menyegarkan suasana dan bukan merupakan porsi utama halaqah.

2. Berkemauan keras untuk memahami akidah Salafusshalih

Ambillah pelajaran akidah dari kitab-kitab aslinya seperti kitab Al-’Ubudiyah.

Dengan demikian semua peserta halaqah akan terhindar dari segala bentuk penyimpangan akidah.

3. Istiqamah dalam berusaha memahami kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya

Hal ini bisa dilakukan dengan banyak membaca, mentadabbur ayat-ayatNya, membaca buku tafsir dan ilmu tafsir, buku hadits dan ilmu hadits, dan lainnya.

4. Menjauhkan diri dari sifat ta’asub (fanatisme buta)

Sifat ini dapat membuat kita menjadi taqlid terhadap seseorang atau suatu golongan.

Mereka yang telah terjerumus ke dalamnya sungguh keliru. Karena tidak ada manusia yang ma’shum (bebas dari kesalahan) kecuali Rasulullah Saw. yang dijaga Allah Ta’ala.

Sehingga apabila ada perbedaan pendapat, hendaknya dikembalikan kepada dalil-dalil yang berasal dari Allah dan Rasul-Nya.

Hanya kebenaranlah yang wajib diikuti, oleh karenanya tidak boleh menaaati makhluk dalam hal maksiat pada Allah.

5. Majelis halaqah hendaknya dibersihkan dari kebusukan ghibah dan namimah

Jangan banyak membicarakan orang atau jamaah tertentu. Adab-adab Islami haruslah diterapkan, antara lain dengan tidak memburuk-burukan seseorang.

6. Melakukan Ishlah (koreksi)

Rajinlah melakukan evaluasi terhadap murabbi atau mutarabbi secara tepat dan bijak. Sebab tujuan pengoreksian ini untuk mengingatkan, bukan mengadili.

7. Tidak menyia-nyiakan waktu untuk hal yang tidak bermanfaat

Tetapkanlah skala prioritas bagi pekerjaan-pekerjaan yang akan dilaksanakan berdasarkan kadar urgensinya.

Selain adab-adab pokok di atas, secara lebih spesifik ada adab yang harus dipenuhi oleh peserta/anggota halaqah terhadap diri mereka sendiri, terhadap murabbi, dan sesama peserta.

Mula-mula seorang peserta halaqah hendaknya memiliki kesiapan jasmani, ruhani, dan akal saat menghadiri liqa’/halaqah. Ia semestinya membersihkan hati dari akidah dan akhlaq yang kotor, kemudian memperbaiki dan membersihkan niat, barsahaja dalam hal cara berpakaian, makanan dan tempat pertemuan.

Di samping itu juga besemangat menuntut ilmu dan senantiasa menghiasai diri dengan akhlak yang mulia.

Selanjutnya terhadap murabbi, hendaknya ia tsiqah (percaya) dan taat selama sang murabbi tidak melakukan maksiat. Lalu berusaha konsultatif atau selalu mengkomunikasikan dan meminta saran-saran tentang urusan-urusan dirinya kepada murabbi.

Seorang mutarabbi juga hendaknya berupaya memenuhi hak-hak murabbi dan tidak melupakan jasanya, sabar atas perlakuannya yang boleh jadi suatu saat tidak berkenan, meminta izin, dan berlaku serta bertutur kata yang sopan dan santun.

Adapun adab terhadap kolega, rekan, atau sesama peserta, di antaranya mendorong peserta lain untuk giat dan bersungguh-sungguh dalam mengikuti tarbiyah, tidak memotong pembicaraan teman tanpa izinnya, selalu hadir tidak terlambat dan dengan wajah berseri, memberi salam, bertegur sapa dan tidak menyakiti perasaan.

Terhadap lingkungan di sekitar tempat halaqah berlangsung pun ada adabnya. Hendaknya semua peserta halaqah selalu menunjukkan adab-adab kesantunan, mengucapkan salam, meminta izin ketika melewati mereka dan pamit bila akan pulang serta melewati mereka lagi.

Wallahu’alam.

Doa Tidak Kunjung Dikabulkan? Terapkan 8 Etika Berikut!

Doa Tidak Kunjung Dikabulkan? Terapkan 8 Etika Berikut!

Doa merupakan inti ibadah. Ia yang menghubungkan seorang hamba dengan Tuhan yang telah menciptakannya.

Tidak baik rasanya jika seseorang hendak berbicara pada Allah, namun tanpa persiapan terlebih dahulu. Terlebih tak menggunakan akhlak yang mulia ketika meminta pada-Nya.

Berikut ini adalah 8 etika yang patut diterapkan saat hendak melangitkan doa-doa kita.

Selamat mencoba. Semoga Allah berkenan mengabulkan doa kita dan memberikan yang terbaik menurut-Nya.

1. Sebelum berdoa, pujilah Allah lalu bershalawat bagi Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam

Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam pernah mendengar seorang lelaki sedang berdoa di dalam shalatnya. Namun ia tidak memuji Allah dan tidak bershalawat kepada Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam.

Lantas beliau bersabda: “Kamu telah tergesa-gesa wahai orang yang sedang shalat. Apabila engkau selesai shalat, lalu kamu duduk, maka pujilah Allah dengan pujian yang layak bagi-Nya, dan bershalawatlah kepadaku, kemudian berdoalah”. (H.r. At-Tirmidzi, dan dishahihkan oleh Al-Albani).

2. Mengakui dosa-dosa, segala kekurangan, dan merendahkan diri di hadapan Allah

Berusahalah memadukan khusyu’, harapan agar doa dikabulkan, dan rasa takut terhadap adzab Dzat Yang Mahakuasa. Allahu Ta’ala berfirman:

Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera di dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu` kepada Kami”. (Qs. Al-Anbiya’: 90)

3. Berwudhu sebelum berdoa, menghadap Kiblat, dan mengangkat kedua tangan

Abu Musa Al-Asy`ari Radhiallaahu anhu menyebutkan bahwa setelah Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam selesai melakukan perang Hunain: “Beliau minta air lalu berwudhu, kemudian mengangkat kedua tangannya. Dan aku melihat putih kulit ketiak beliau”. (Muttafaqun ‘alaih)

4. Serius dalam memohon

Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Apabila kamu berdoa kepada Allah, maka bersungguh-sungguhlah di dalam berdoa. Dan jangan ada seorang kamu yang mengatakan, ‘Jika Engkau menghendaki, maka berilah aku’, sebab sesungguhnya tidak ada yang dapat memaksa Allah”.

Dan di dalam satu riwayat dikatakan: “Akan tetapi hendaknya ia bersungguh-sungguh dalam memohon dan membesarkan harapan, karena sesungguhnya Allah tidak merasa berat oleh sesuatu yang Dia berikan”. (Muttafaqun ‘alaih)

5. Tidak meminta keburukan

Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Jangan sekali-kali kamu mendoakan keburukan bagi dirimu, anak-anakmu, dan hartamu. Dikhawatirkan doamu bertepatan dengan waktu kala Allah mengabulkan doamu”. (H.r. Muslim)

6. Merendahkan suara

Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Wahai sekalian manusia, kasihanilah dirimu, sebab sesungguhnya engkau tidak berdoa kepada yang tuli dan tidak pula ghaib, sesungguhnya kamu berdoa (memohon) kepada Yang Maha Mendengar lagi Maha Dekat. Dan Ia selalu menyertaimu”. (H.r. Al-Bukhari)

7. Berkonsentrasi di saat berdoa

Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Berdoalah kamu kepada Allah, sedangkan kamu dalam keadaan yakin dikabulkan. Dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah tidak mengabulkan doa dari hati yang lalai”. (H.r. At-Tirmidzi dan dihasankan oleh Al-Albani)

8. Tidak memaksa bersajak di dalam berdoa

Ibnu Abbas pernah berkata kepada `Ikrimah: “Lihatlah sajak dari doamu, lalu hindarilah ia. Karena sesungguhnya aku memperhatikan Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam dan para shahabatnya tidak melakukan hal tersebut”. (H.r. Bukhari)

Allahu a’lam. []