Agar sebuah halaqah dapat dikategorikan sebagai halaqah muntijah (berdaya guna), tentunya ada aturan-aturan yang harus ditaati oleh semua komponen halaqah. Baik murrabi maupun mutarabbi.
Dr. Abdullah Qadiri dalam buku Adab Halaqah menyebutkan adab-adab pokok yang harus ada dalam sebuah halaqah, yaitu:
1. Serius dalam halaqah
Termasuk pula menjauhi senda gurau dan orang-orang yang banyak bergurau.
Yang dimaksud serius dan tidak bersenda gurau tentu saja bukan berarti suasana halaqah menjadi kaku, tegang, dan gersang.
Melainkan tetap diwarnai keceriaan, kehangatan, kasih sayang, gurauan yang tidak melampaui batas atau berlebihan.
Jadi canda ria dan gurauan hanya menjadi unsur penyela/penyeling yang menyegarkan suasana dan bukan merupakan porsi utama halaqah.
2. Berkemauan keras untuk memahami akidah Salafusshalih
Ambillah pelajaran akidah dari kitab-kitab aslinya seperti kitab Al-’Ubudiyah.
Dengan demikian semua peserta halaqah akan terhindar dari segala bentuk penyimpangan akidah.
3. Istiqamah dalam berusaha memahami kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya
Hal ini bisa dilakukan dengan banyak membaca, mentadabbur ayat-ayatNya, membaca buku tafsir dan ilmu tafsir, buku hadits dan ilmu hadits, dan lainnya.
4. Menjauhkan diri dari sifat ta’asub (fanatisme buta)
Sifat ini dapat membuat kita menjadi taqlid terhadap seseorang atau suatu golongan.
Mereka yang telah terjerumus ke dalamnya sungguh keliru. Karena tidak ada manusia yang ma’shum (bebas dari kesalahan) kecuali Rasulullah Saw. yang dijaga Allah Ta’ala.
Sehingga apabila ada perbedaan pendapat, hendaknya dikembalikan kepada dalil-dalil yang berasal dari Allah dan Rasul-Nya.
Hanya kebenaranlah yang wajib diikuti, oleh karenanya tidak boleh menaaati makhluk dalam hal maksiat pada Allah.
5. Majelis halaqah hendaknya dibersihkan dari kebusukan ghibah dan namimah
Jangan banyak membicarakan orang atau jamaah tertentu. Adab-adab Islami haruslah diterapkan, antara lain dengan tidak memburuk-burukan seseorang.
6. Melakukan Ishlah (koreksi)
Rajinlah melakukan evaluasi terhadap murabbi atau mutarabbi secara tepat dan bijak. Sebab tujuan pengoreksian ini untuk mengingatkan, bukan mengadili.
7. Tidak menyia-nyiakan waktu untuk hal yang tidak bermanfaat
Tetapkanlah skala prioritas bagi pekerjaan-pekerjaan yang akan dilaksanakan berdasarkan kadar urgensinya.
Selain adab-adab pokok di atas, secara lebih spesifik ada adab yang harus dipenuhi oleh peserta/anggota halaqah terhadap diri mereka sendiri, terhadap murabbi, dan sesama peserta.
Mula-mula seorang peserta halaqah hendaknya memiliki kesiapan jasmani, ruhani, dan akal saat menghadiri liqa’/halaqah. Ia semestinya membersihkan hati dari akidah dan akhlaq yang kotor, kemudian memperbaiki dan membersihkan niat, barsahaja dalam hal cara berpakaian, makanan dan tempat pertemuan.
Di samping itu juga besemangat menuntut ilmu dan senantiasa menghiasai diri dengan akhlak yang mulia.
Selanjutnya terhadap murabbi, hendaknya ia tsiqah (percaya) dan taat selama sang murabbi tidak melakukan maksiat. Lalu berusaha konsultatif atau selalu mengkomunikasikan dan meminta saran-saran tentang urusan-urusan dirinya kepada murabbi.
Seorang mutarabbi juga hendaknya berupaya memenuhi hak-hak murabbi dan tidak melupakan jasanya, sabar atas perlakuannya yang boleh jadi suatu saat tidak berkenan, meminta izin, dan berlaku serta bertutur kata yang sopan dan santun.
Adapun adab terhadap kolega, rekan, atau sesama peserta, di antaranya mendorong peserta lain untuk giat dan bersungguh-sungguh dalam mengikuti tarbiyah, tidak memotong pembicaraan teman tanpa izinnya, selalu hadir tidak terlambat dan dengan wajah berseri, memberi salam, bertegur sapa dan tidak menyakiti perasaan.
Terhadap lingkungan di sekitar tempat halaqah berlangsung pun ada adabnya. Hendaknya semua peserta halaqah selalu menunjukkan adab-adab kesantunan, mengucapkan salam, meminta izin ketika melewati mereka dan pamit bila akan pulang serta melewati mereka lagi.
Wallahu’alam.