Al-Quranul Karim adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala yang tidak mengandung kebatilan sedikit pun.
Kitab ini memberi petunjuk berupa jalan yang lurus, serta membimbing manusia dalam menempuh setiap episode hidupnya.
Itu semua agar kita selamat di dunia dan akhirat, sekaligus dimasukkan dalam golongan orang-orang yang mendapatkan rahmat dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Sebab itu, tiada ilmu yang lebih utama dipelajari seorang Muslim melebihi keutamaan mempelajari Al-Quran. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sebaik-baik kamu adalah orang yang mempelajari Al-Quran dan mengajarkannya.” (H.r. Bukhari)
Ketika membaca Al-Quran, seorang Muslim perlu memperhatikan sejumlah adab sehingga mendapatkan kesempurnaan pahala dalam membacanya.
1. Membaca dalam keadaan suci, serta duduk yang sopan dan tenang
Dalam membaca Al-Quran, seseorang dianjurkan dalam keadaan suci. Sebab, yang hendak dibacanya adalah firman Allah Yang Mahasuci. Para imam madzhab yang 4; Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafii, dan Imam Ahmad bin Hanbal pun menyarankannya.
Namun, diperbolehkan apabila dia membaca dalam keadaan tidak suci.
Pendapat ini dipilih oleh Imam Ibnu Hazm. Imam Haramain berkata, “Orang yang membaca Al-Quran dalam keadaan najis, dia tidak dikatakan mengerjakan hal yang makruh, akan tetapi dia meninggalkan sesuatu yang utama.” (At-Tibyan, hal. 58-59)
2. Membacanya dengan pelan (tartil) dan tidak cepat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa saja yang membaca Al-Quran (khatam) kurang dari tiga hari, berarti dia tidak memahami.” (H.r. Ahmad dan para penyusun kitab-kitab Sunan)
Sebagian shahabat Rasul membenci pengkhataman Al-Quran sehari semalam, dengan dasar hadis di atas.
Rasulullah Saw. pun memerintahkan Abdullah bin Umar untuk mengkhatamkan Al-Quran setiap satu minggu (7 hari) (H.r. Bukhori, Muslim). Sebagaimana yang dilakukan Abdullah bin Mas’ud, Utsman bin Affan, Zaid bin Tsabit.
3. Membaca Al-Quran dengan khusyu’
Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan sebagian dari sifat hamba-Nya yang shalih, “Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu’.” (QS: Al-Isra’: 109).
Hati mereka bergetar ketika nama Allah disebut. Jiwa mereka meradang ketika ayat-ayat Allah dilantunkan. Akhirnya mata mereka pun mengembun.
Perlahan setitis air membasahi kedua pipi mereka. Bulir-bulir air mata bahkan membasahi mushaf yang mereka baca.
Namun demikian, tidaklah disyariatkan bagi seseorang untuk pura-pura menangis dengan tangisan yang dibuat-buat. Tangisan orang-orang shalih adalah tangisan ketulusan yang berangkat dari jiwa yang rindu pada Rabbnya.
4. Membaguskan suara ketika membacanya
Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam “Hiasilah Al-Qur’an dengan suaramu.” (H.r. Ahmad, Ibnu Majah, dan Al-Hakim)
Dalam hadits lain disebutkan pula, “Tidak termasuk umatku orang yang tidak melagukan Al-Qur’an.” (H.r. Bukhari dan Muslim).
Maksud hadis ini adalah membaca Al-Quran dengan susunan bacaan yang jelas dan terang makhraj hurufnya, panjang pendeknya bacaan, tidak sampai keluar dari ketentuan kaidah tajwid. Seseorang tidak perlu pula melenggok-lenggokkan suara di luar kemampuannya.
5. Membaca Al-Quran dimulai dengan isti’adzah
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Dan bila kamu akan membaca Al-Qur’n, maka mintalah perlindungan kepada Allah dari (godaan-godaan) syaithan yang terkutuk.” (QS: An-Nahl: 98)
Membaca Al-Quran jangan sampai mengganggu orang yang sedang shalat. Tidak perlu pula membacanya dengan suara yang terlalu keras atau di tempat yang banyak orang. Bacalah dengan suara yang lirih secara khusyu’.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Ingatlah, setiap dari kalian bermunajat kepada Rabbnya, maka janganlah salah satu dari kamu mengganggu yang lain, dan salah satu dari kamu tidak boleh bersuara lebih keras daripada yang lain pada saat membaca (Al-Quran).” (H.r. Abu Dawud, Nasa’i, Baihaqi dan Hakim)
Allahu a’lam. []