Kala Cucu Jengis Khan, Takluk Bukan oleh Pedang

Kala Cucu Jengis Khan, Takluk Bukan oleh Pedang

Ketika hari ini umat terasa sedang terpuruk, dunia Islam sekadar menyisakan jiwa-jiwa yang lemah, dan pedang-pedang perjuangan kian tumpul, patutnya kita kembali bercermin pada kisah para ulama terdahulu.

Merekalah yang disabdakan oleh Nabi; cahaya di tengah kegelapan. Menjadi harapan, saat umat kehilangan pegangan.

“Ketika Syaikh Jamaluddin dalam perjalanan bersama para pengikutnya,” tulis Dr. Abdullah Nashih Ulwan dalam buku Tarbiyah Ruhiyah, “mereka melewati daerah kekuasan Sultan Taqlaq Timur Khan yang dipersiapkan sebagai tempat berburu. Atas perintah Sultan, mereka lantas ditangkap.”

“Kenapa kalian masuk daerah kekuasaanku tanpa izin?” bentak Sultan.

“Kami orang asing,” jawab Syaikh, “kami tak sengaja memasuki daerah terlarang.”

Ketika Sultan Taqlaq mengetahui bahwa mereka orang-orang alim dari Iran, ia berkata dengan nada mengejak, “Anjing saja lebih dari orang-orang Iran!”

“Ya,” sahut Syaikh tenang, “Anda benar. Seandainya Allah tidak memuliakan kami dengan agama yang benar, pasti kami lebih hina dari anjing.”

Sultan Taqlaq hanya tergelitik mendengar jawaban tersebut. Ketika melanjutkan kegiatan berburunya, kata-kata Syaikh Jamaluddin tidak dapat lepas dari pikirannya. Setelah selesai, ia meminta para pengawalnya untuk membawa kembali Syaikh. Lantas ia mengajaknya berbicara empat mata.

“Jelaskanlah apa yang kau katakan padaku tadi! Dan apa yang kau maksud dengan agama yang benar?”

Bukan Kalah oleh “Pedang”

Merasa mendapatkan peluang, Syaikh Jamaluddin pun menerangkan Islam dengan begitu indah, sehingga hati Sultan Taqlaq tertarik.

Beliau juga memaparkan kekufuran dengan paparan yang membuat Sultan merasa ngeri. Sultan pun yakin bahwa dirinya berada di jalan yang sesat dan berbahaya.

Namun, Sultan belum berani menyatakan keislamannya. Ia belum memiliki kekuasaan untuk mengajak pengikutnya masuk Islam. Sultan meminta Syaikh menemuinya kembali setelah ia diangkat menjadi raja.

Saat kembali ke Bukhara, Syaikh Jamaluddin jatuh sakit lalu meninggal.

Sebelum wafat, ia berpesan pada putranya, Rasyiduddin, “Suatu hari nanti Sultan Taqlaq akan menjadi seorang raja. Jika telah sampai berita itu, sampaikan salamku untuknya dan ingatkan ia dengan janjinya untuk masuk Islam setelah menjadi raja.”

Tatkala Sultan Taqlaq naik tahta, Syaikh Rasyiduddin datang menuju barak raja untuk menunaikan wasiat ayahnya. Namun, para pengawal melarangnya masuk. Ia pun mencari alternatif lain.

Suatu pagi, Syaikh Rasyiduddin azan dengan suara yang sangat keras di dekat kemah raja. Raja pun terbangun, kepalanya mendidih dan wajahnya memerah karena merasa terganggu oleh suara itu. Ia segera memerintahkan agar si pengganggu segera ditangkap serta dihadapkan padanya.

Sampai di hadapan raja, Syaikh Rasyiduddin langsung menyampaikan salam Syaikh Jamaluddin. Mendengar nama Jamaluddin, kepala Taqlaq Timur Khan perlahan mendingin. Ia teringat janjinya, dan saat itu pula menyatakan diri masuk Islam.

Keislaman cucu Jengis Khan ini pun diikuti oleh para pengikutnya. Bahkan Islam menjadi agama resmi di negara-negara yang ada di bawah kekuasaan putra-putra Jagtay bin Jengis Khan yang selama ini menganut agama Budha.

Sebakda bangsa Tartar membumihanguskan negeri-negeri Islam, umat betul-betul berada di jurang putus asa. Kekuatan Tartar seperti tak tertandingi. Seolah-olah Islam ditakdirkan untuk tunduk di bawah kekuasaan mereka.

Namun… Allah punya rencana lain.

Kekuatan Ruhiyah

Dia menyiapkan para ulama rabbani yang ikhlas dan jujur. Mereka menyelinap di tengah kebengisan pasukan Tartar. Membuka hati bangsa itu, hingga mereka masuk Islam secara berbondong-bondong.

Sungguh kita perlu sekali lagi menggali diri.

Ada orang yang lelah berdakwah, memberi ceramah hingga berbusa, teknik public speaking-nya di atas rata-rata, namun tak kunjung menghadirkan perbaikan. Petuahnya tak membuahkan amal.

Sedangkan ada orang yang tak cukup bicara banyak, namun kehadirannya sudah menggetarkan hati. Wajahnya yang teduh, cukup untuk mengingat Allah kembali. Taujih-nya membarakan semangat, menguatkan tekad, serta melahirkan kerja nyata.

Itulah kekuatan ruhiyah.

Kekuatan batin yang ada di balik segala kekuatan zahir. Menjadi pondasi, bahkan mampu menyatukan dua hati.

Ketika hari ini umat terasa sedang terpuruk, dunia Islam sekadar menyisakan jiwa-jiwa yang lemah, dan pedang-pedang perjuangan kian tumpul, ruhiyah adalah jawabannya.

Dengan ruhiyah itulah, pedang perjuangan kembali tajam, jiwa menjadi kokoh, dan Islam berada di jalur kebangkitannya. Insya Allah. []